Greenious-Hurray

Gak da yang lebih menyenangkan selain mencurahkan ide dalam bentuk tulisan, dan orang-orang membaca dan mengerti tulisan itu. He..he..

Jam Dinding


RockYou FXText

Monday, May 10, 2010

Permasalahan Dalam Pelaksanaan Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui BPSK

Diposkan oleh Reesh-Ma

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK) adalah sebuah lembaga non struktural yang bertugas untuk menyelesaikan sengketa konsumen antar konsumen dengan pelaku usaha. BPSK sebagai konsekuensi yuridis dari adanya UU No. 8 tahun 1999 ttg Perlindungan Konsumen. BPSK berkedudukan di kabupaten/kota, dan diawal pembentukannya hanya ada 8 tersebar di kota-kota besar di Indonesia.

Sengketa konsumen yaitu sengketa antara konsumen dan pelaku usaha yang terjadi karena pelaku usaha menolak bertanggung jawab atas barang/jasa yang membawa kerugian bagi konsumen. Perlindungan hukum untuk konsumen yang mengalami kerugian dijamin oleh UUPK. buktinya UUPK memberikan pilihan bagi konsumen dan pelaku usaha untuk sepakat memilih jalur peradilan atau non peradilan.
Walaupun demikian, pada kenyataannya konsumen yang ingin menyelesaikan sengketanya hanya bisa melalui jalur non peradilan saja. Hal ini disebutkan dalam salah satu pasal di UUPK yang mengatakan bahwa jalur peradilan hanya bisa digunakan jika jalur diluar pengadilan (BPSK) gagal merumuskan kesepakatan. Artinya tidak ada pilihan bagi masyarakat.

Bentuk penyelesaian BPSK dengan cara mediasi,atau konsiliasi, atau arbitrase. Tata cara penyelenggaraannya diatur tersendiri dalam keputusan menteri perindustrian dan perdagangan. Untuk arbitrase, para pihak diberi pilihan menggunakan arbitrase berdasarkan UUPK atau arbitrase berdasarkan UUPSA. Kesepakatan yang dicapai di mediasi atau konsiliasi atau arbitrase di buat dalam perjanjian tertulis dan dikuatkan dengan putusan majelis BPSK. Sifat kesepakatan ini adalah final dan mengikat.

Tapi terdapat kerancuan dalam sifat-sifat kesepakatan dan putusan BPSK. Pertama, karena BPSK adalah lembaga diluar pengadilan maka tidak mempunyai kekuatan eksekusi. Dalam pasal 57 UUPK, putusan BPSK harus diajukan permohonan eksekusi pada pengadilan negeri tempat konsumen dirugikan. Jadi intinya putusan BPSK tidak bs berdiri sendiri seperti putusan pengadilan yang telah inkracht. Kerancuan yang lain adalah UUPK memberikan peluang bagi para pihak untuk mengajukan keberatan atas putusan BPSK. Keberatan ini diajukan di PN tempat konsumen dirugikan. Hal ini tentulah berbeda dengan sifat putusan yang final, karena arti dari pengajuan keberatan ini sama dengan menganulir sifat final dan mengikat tersebut.
Bedanya dengan tata cara peradilan pada umumnya, untuk putusan PN atas keberatan putusan BPSK tidak dapat dimintakan banding, melainkan langsung kasasi ke MA. Jika kita cermati, kesempatan pengajuan keberatan atas putusan BPSK sama saja dengan banding. Karena fungsinya sama seperti banding. Dan seperti yang saya jelaskan sebelumnya bahwa sebenarnya tidak ada pilihan bagi para pihak untuk memilih jalu perdilan atau diluar perdilan walaupun UUPK menentukan sebaliknya, dengan adanya pengajuan keberatan ini semakin menguatkan kerancuan tersebut. Karena setelah melalui jalur non peradilan, ternyata para pihak tetap harus melalui jalur peradilan jika tidak puas dengan putusan BPSK.

Meskipun banyak sekali kerancuan-kerancuan yang terjadi, tapi dengan adanya BPSK telah membawa kemajuan bagi hukum Indonesia yang mewujudkan prinsip peradilan murah, cepat, dan sederhana. Dan konsumen yang merasa dirugikan oleh produk dari pelaku usaha dapat mempertahankan hak-haknya melalui BPSK

0 komentar:

Post a Comment

Cuap-Cuap yah...