Greenious-Hurray

Gak da yang lebih menyenangkan selain mencurahkan ide dalam bentuk tulisan, dan orang-orang membaca dan mengerti tulisan itu. He..he..

Jam Dinding


RockYou FXText

Sunday, January 9, 2011

Fakta Hukum:
1.Bahwa pada tanggal 03 April 2010 Pemerintah Mengajukan RUUAPBN-Perubahan tahun 2010 kepada DPR
2.Bahwa alasan percepatan pengajuan APBN-P 2010 adalah karena terjadi perkembangan dan perubahan signifikan pada berbaga indikator ekonomi makro. Dan APBN 2010 merupakan APBN transisi untuk menjaga kesinambungan roda pemerintahan.
3.Bahwa dari tujuh asumsi ekonomi makro yang dijadikan alasan perubahan APBN 2010 hnya harga minyak yang mengalami devisiasi meningkat sebesar 12%
4.Bahwa penerimaan perpajakan dan perubahan belanja Kementrian / Lembaga masih berada di bawah standar minimal sebagai syarat perubahan anggaran yang dapat dilihat di Nota Keuangan RAPBN-P 2010
5.Bahwa pada tanggal 3 Mei 2010, Rapat Paripurna DPR mengesahkan RUU tentang perubahan UU No. 49 Tahun 2009 ttg APBN tahun 2010 yaitu UU no. 2 Tahun 2010.
6.Bahwa pada tanggal 27 Oktober 2010, pemohon yang terdiri dari Indonesia Human Rights Comittee for Social Justice (IHCS), Prakarsa Masyarakat Untuk Negara Kesejahteraan Dan Pembangunan Alternatif (PRAKARSA), Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Perkumpulan Inisiatif, Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), mengajukan permohonan uji materiil (jucial review) ke Mahkamah Kontitusi dengan alasan sebagai berikut:
a.Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 bertentangan dengan pasal 28 D ayat (1) UUD 1945
Bahwa anggaran belanja kesehatan dalam APBN-P 2010 sebesar 2,13% dari total APBN-P 2010. Besaran tersebut masih jauh lebih rendah dari yang diamanatkan pasal 171 ayat 1 Undang-Undang no. 36 tahun 2009 ttg kesehatan yang mengamanatkan anggaran kesehatan minimal 5%.
Bahwa perbedaan anggaran kesehatan ini telah mengakibatkan ketidakpastian hukum dan merupakan pelanggaran terhadap pasal 28 UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara atas kepastian hukum.
b.Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 bertentangan dengan pasal 23 ayat (1) UUD 1945
Bahwa pasal 23 ayat (1) UUD 1945 mengamanatkan dalam penyusunan APBN harus untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bahwa dengan alokasi anggaran kesehatan sebesar 2,13% lebih kecil dari yang diamanatkan sebesar 5% tidak mampu mengakomodir kebutuhan akan layanan kesehatan masyarakat.
Bahwa dalam APBN-P 2010 terdapat ketimpangan alokasi anggaran yang lebih besar untuk kepentingan rutin pejabat yaitu belanja pejabat, belanja perjalanan, pembayaran bunga dan pokok utang yang berjumlah 40,7% dari total anggaran APBN-P 2010.
c.Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 bertentangan dengan pasal 34 ayat (3) UUD 1945
Bahwa berdasarkan pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang mengamanatkan bahwan negara harus bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas kesehatan yang layak. Dengan penganggaran dana hanya 2,13% dari minimal 5% yang diamanatkan undang-undang yang menyebabkan tidak terakomodirnya kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat merupakan pelanggaran terhadap pasal 34 ayat (3) UUD 1945.
d.Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 bertentangan dengan pasal 34 ayat (2) UUD 1945
Bahwa pasal 34 ayat (2) UUD 1945 menyatakan “negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan msayarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan”. Bahwa salah satu pelaksanaan jaminan sosial dilakukan melalui ketentuan pasal 1 angka 5 UU no. 40 tahun 2004 ttg sistem jaminan sosial yang berbunyi “Bantuan iuran adalah iuran yang dibayar oleh Pemerintah bagi fakir miskin dan orang mampu sebagai peserta jaminan sosial” Bahwa dengan tidak dilaksanakannya ketentuan tersebut, maka UU no 2 tahun 2010 telah melanggar pasal 34 ayat (2) UUD 1945.
e.Pasal 20 ayat (6) dan (7) UU No. 2 tahun 2010 bertentangan dengan Pasal 18A ayat (2) UUD 1945
Bahwa pasal 20 ayat (6) dan (7) UU No. 2 tahun 2010 yang mengalokasikan dana sebesar 7,1 triliyun untuk Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan daerah yang dalam penjabaran alokasi dana tersebut dilaksanakan dengan tidak adil dan bertentangan dengan pasal 18A ayat (2) UUD 1945.

Isu Hukum:
Berdasarkan Fakta Hukum yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan isu hukum sebagai berikut:
1.Apakah APBN dapat menetapkan besaran alokasi dana kesehatan yang lebih kecil daripada yang diamanatkan Undang-undang tentang kesehatan?
2.Apakah Percepatan Perubahan APBN 2010 telah memenuhi syarat untuk diajukan oleh Pemerintah dan sah menjadi Undang-Undang APBN-P 2010?
3.Apakah Undang-Undang N0. 2 Tahun 2010 dapat diajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi dan dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi?

Bahan Hukum:
1.Undang-Undang Dasar 1945
2.Undang-Undang No. 2 Tahun 2010
3.Undang-Undang No. 17 Tahun 2003
4.Undang-Undang No. 24 Tahun 2003
5.Undang-Undang No. 47 Tahun 2009

Analisis:
1.Dalam pasal 11 ayat (2) UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara ditetapkan bahwa APBN berisi mengenai anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Di dalam Anggaran tersebut ada yang dinamakan anggaran Mengikat, yaitu anggaran yang besarnya telah diamanatkan dalam UUD 1945 atau anggaran yang besarnya telah ditetapkan.
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pada pasal 171 Ayat (1) ditetapkan bahwa anggaran kesehatan minimal 5% dari total anggaran diluar gaji. Namun pada prakteknya, Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 hanya menganggarkan sebesar 2,13% dari total APBN 2010 diluar gaji. Secara Teori, Undang-Undang tentang APBN bersifat aplikatif dalam arti penyusunan anggaran APBN bergantung pada kemampuan negara.
Besar anggaran sebesar 5% ini tidak diamanatkan dalam UUD 1945 seperti halnya Anggaran Pendidikan yaitu sebesar minimal 20% dari total APBN. Sebagai contoh adalah putusan MK atas permohonan Uji materiil undang-undang no. 16 tahun 2008 tentang perubahan undang-undang 45 tahun 2007 tentang APBN 2007 terhadap UUD 1945. Mahkamah Kontitusi memutus bahwa Undang-Undang No. 16 Tahun 2008 inkonstitusional karena telah menyalahi aturan yang diamanatkan dalam UUD 1945. Namun sekali lagi, anggaran pendidikan sebesar 20% dari total APBN memang diamanatkan secara eksplisit dalam UUD 1945.
Dalam Kasus Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 ini, tidak dapat dinyatakan bahwa Undang-Undang tersebut inkonstitusional karena tidak memenuhi kewajiban anggaran kesehatan sebesar 5%. Sehingga Penetapan Anggaran dalam APBN mengenai dana kesehatan tidak masalah apabila ditetapkan sebesar kurang dari 5%. Yang perlu dipertimbangkan adalah apakah besarnya dana APBN yang ditetapkan tersebut telah mampu mengakomodasi pelayanan kesehatan kepada masyarakat? Jika telah terpenuhi maka penetapan anggaran kesehatan yang lebih kecil tidak perlu dipermasalahkan.

2.APBN menurut pasal 23 UUD 1945 adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang. APBN juga pedoman bagi pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan keuangan negara. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara mengatur mengenai prosedur penatapan APBN, dan kewenangan penetapan tersebut ada pada DPR atas rancangan Undang-Undang yang diajukan oleh presiden.
Undang-Undang Np. 17 Tahun 2003 juga mengatur mengenai perubahan APBN pada saat tahun anggaran berjalan yaitu pada pasal 27 ayat (3) yang menyatakan bahwa Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi :
a.perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
b.perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
c.keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi,antarkegiatan, dan antar jenis belanja;
d.keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untukpembiayaan anggaran yang berjalan.
Aturan tersebut dituangkan dalam Undang-Undang No 47 tahun 2009 tentang APBN 2010 dalam pasal 27. Namun perubahan menurut pasal ini baru bisa dilakuakan setelah adanya laporan pada semester awal tahun berjalan yaitu 6 bulan sejak ditetapkannya APBN 2010. Di indonesia, Tahun anggaran berjalan ditetapkan sejak 1 Januari hingga 31 Desember. Jika memang demikian maka perubahan APBN dapat dilakukan pada akhir Juni 2010.
Namun dalam Undang-Undang No. 47 Tahun 2009 juga mengatur mekanisme lain untuk melakukan perubahan Undang-Undang APBN yaitu pada pasal 23 yang menyatakan bahwa “Dalam hal diperlukan tambahan anggaran belanja maksimal 2% (dua persen) dari belanja negara untuk kebutuhan belanja prioritas yang belum tersedia pagu anggarannya, Pemerintah dapat mengajukan perubahan APBN.” Jangka waktu dalam mekanisme ini dilaksanakan selambat-lambatnya akhir Maret 2010. Hanya saja, jika perubahan APBN 2010 berlandaskan pada aturan ini maka besarnya perubahan anggaran hanya sebesar 2% saja.
Secara prinsip, bersadarkan penjelasan diatas, pemerintah tidak dapat melakukan percepatan perubahan APBN kecuali perubahan anggaran hanya sebesar 2%. Oleh karena itu Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 tentang 2010 cacat prosedur karena ditetapkan tidak melalui mekanisme yang ditetapkan pada Undang-Undang no. 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara dan Undang-Undang No. 47 Tahun 2009 tentang APBN 2010. Cacat prosedur dalam pembentukan UU No. 2 Tahun 2010 tentang APBN-P dapat menimbulkan pelanggaran terhadap Hak atas kepastian Hukum yang diatur oleh UUD 1945 pasal 28D ayat (1).

3.Di Indonesia terdapat 2 macam hak menguji yang digunakan dalam praktek yaitu:
1.Hak menguji Formal
Hak menguji formal adalah wewenang untuk menilai suatu produk legislatif seperti undang-undang, dalam proses pembuatannya melalui cara-cara sebagaimana telah ditentukan/diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Pengujian formal terkait dengan masalah prosedural dan berkenaan dengan legalitas kompetensi institusi yang membuatnya.
2.Hak menguji Materiil
Hak menguji material adalah suatu wewenang untuk menyelidiki dan menilai isi apakah suatu peraturan perundang-undangan itu sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu. Pengujian material berkaitan dengan kemungkinan pertentangan materi suatu peraturan dengan peraturan lain yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan-kekhususan yang dimiliki suatu aturan dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku umum.
Hak menguji Materiil suatu Undang-Undang terhadap Undang-Undang dasar dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan kewenangan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 24C ayat (1) yang berbunyi “Makamah Konstitusi berwenang mangedili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-undang dasar...” Kewenangan ini dicantumkan kembali dalam pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Kontitusi.
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung.
Sementara dari segi bentuk hukum, APBN ditetapkan oleh Pemerintah dalam bentuk Undang-Undang. Hal ini sudah amanatkan dalam pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 jo pasal 11 ayat (1) Undang-Undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur bahwa “APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan Undang-Undang”.
Syarat kedua mengenai bentuk hukum objek uji materiil MK adalah sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 Undang-Undang No. 24 tahun 2003Dari bentuk hukum Undang-Undang APBN, maka hal ini telah memenuhi syarat yang menyatakan bahwa “Undang-undang yang dapat dimohonkan untuk diuji adalah undang-undang yang diundangkan setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.“ Syarat ini telah terpenuhi karena Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 tentang APBN-P 2010 disahkan pada 3 Mei 2010 setelah amandemen ke-4 UUD 1945 yaitu pada 10 Agustus 2002. Dengan terpenuhinya syarat tersebut maka Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 dapat diajukan sebagai objek uji materiil oleh Mahkamah Konstitusi.
Dilihat dari segi subjek atau pemohon uji materiil, pada pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 24 tahun 2003 ttg Mahkamah Konstitusi adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. perorangan warga negara Indonesia;
b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
c. badan hukum publik atau privat; atau
d. lembaga negara.
Hak Konstitusional adalah hak yang dijamin dan diatur oleh UUD 1945 yaitu yang diatur dalam pasal 28A sampai pasal 29.
Berdasarkan pasal tersebut, terdapat 5 syarat untuk menjadi pemohon uji materiil ke MK yaitu:
a.ada hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh UUD 1945;
b.hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
c.kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut bersifat spesifik (khusus) dan aktual, atau setidak-tidaknya bersifat potensial yang berdasarkan penalaran yang wajar dipastikan akan terjadi;
d.ada hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian yang dimaksud dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian;
e.adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi;
Pemohon uji materiil undang-undang No. 2 tahun 2010 ini terdiri dari 5 badan hukum privat berdasarkan akta notaris yang legal standingnya telah dijelaskan dalam surat permohonan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari legal opinion ini. Secara umum, tujuan dari organisasi privat tersebut adalah menjamin terlindunginya hak-hak asasi manusia dan menfasilitasi korban-korban pelanggaran hak asasi manusia.
Hampir semua organisasi privat tersebut menyatakan keterkaitannya dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 ini dengan menyatakan bahwa Undang-Undang No. 2 Tahun 2010 dianggap merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia karena anggaran yang ditetapkan tidak memihak rakyat sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
Legal standing yang dikemukakan oleh organisasi ini terlalu general, karena dalam UUD 1945 terdapat beberapa macam hak konstitusional yang diatur. Di dalam Teori, pemohon yang berhak mengajukan uji materiil kepada MK adalah pihak-pihak yang hak konstitusionalnya dirugikan secara langsung. Hak-hak asasi yang general ini juga tidak memenuhi syarat ke-3 sebagai pemohon di MK. Sebagai contoh adalah putusan MK atas permohonan Uji materiil undang-undang no. 16 tahun 2008 tentang perubahan undang-undang 45 tahun 2007 tentang APBN 2007 terhadap UUD 1945. Dalam kasus tersebut, pemohon adalah Pengurus besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan guru-guru selaku perorangan yang mengajukan uji materiil karena anggaran Pendidikan dalam APBN-P 2008 ditetapkan dibawah 20%. Hak-hak pemohon tersebut bersifat konkrit karena secara langsung dirugikan oleh undang-undang yang dimaksud.
Bila dicermati lagi, legal standing para pemohon ini didasarkan pada syarat ke-3 yaitu kerugian potensial yang berdasarkan penalaran yang wajar dipastikan akan terjadi. Hanya saja, didalam surat permohonan uji materiil tersebut pelanggaran hak-hak yang dipastikan akan terjadi masih terlalu general. Dan maksud kata potensial terlalu luas dan memerlukan penafsiran lebih lanjut.

0 komentar:

Post a Comment

Cuap-Cuap yah...