Greenious-Hurray

Gak da yang lebih menyenangkan selain mencurahkan ide dalam bentuk tulisan, dan orang-orang membaca dan mengerti tulisan itu. He..he..

Jam Dinding


RockYou FXText

Wednesday, February 18, 2009

Balada Si Penulis

Diposkan oleh Reesh-Ma

Dion memacu motornya melebihi kecepatan normal dia biasa mengemudi. Jalan raya yang macet karena bersamaan dengan jam pulang kerja diterobosnya dengan berani. Dion membawa motor bebeknya ini menyusuri jalan A. Yani menuju rumahnya. Sekali-kali motor Dion meliuk-liuk meotong jalan mobil-mobil yang turut melintas. Target Dion, secepat mungkin dia harus sampai dirumah dan duduk di depan komputernya.

Semua ini bukan karena jadwal Dion untuk nge-game online, bukan juga rasa Be-Te alias Boker Time yang udah kepentok deadline. Tapi karena otak Dion mendadak terpenuhi inspirasi untuk cerper-cerpen terbarunya. Sebagai seorang penulis cerpen freeland yang bermimpi menjadi Khalil Gibran versi taon 2009, inspirasi sekecil apapun nggak boleh disia-siakan. Apalagi Dion punya sifat pikun, jadi inspirasi-inspirasi yang kebetulan lewat bisa gampang menguap. Makannya Dion buru-buru pulang. Dia nggak mau ide cemerlangnya kali ini hilang gitu aja.

Dion melihat jarum indikator bensin motornya, udah nyampe garis merah. Saatnya masuk pom bensis. Tapi Dion lewat gitu aja didepan pom. Masih mending Dion nggak isi bensin karena inspirasinya. Dulu Dion pernah mendadak berhenti boker hanya gara-gara idenya datang tiba-tiba. Dasar sableng!

Motor Dion berhenti tepat didepan rumah. Dion langsung parkir ala kadarnya dan buru-buru masuk rumah. Saat melewati Mbak Ning pembantunya, Dion sempat berbalik.

“mbak klo ada yang telpon atau datang nyari-nyari aku, bilang aku lagi di Timur Tengah ikut misi perdamaian Israel – Palestina. Ok? Klo dia bilang penting banget, suruh bikin janji dulu. Ntar dihubungi lagi 1 X 24 jam” cerocos Dion

Mbak Ning yang lagi asik nyapu sambil joget-joget India cuma bisa manggut-manggut kaget. Secara juragannya ngomong udah kayak kereta patas lewat. Cepet banget! Belom sempet Mabak Ning ngasih jawaban, Dion udah melesat hilang ke kamarnya.

BLAM... CKLEK...

Pintu kamar dituutp dan dikuci dari dalam. Dion menyalakan komputer kesayangannya dan bersiap-siap mengetik sambil menunggu proses booting.

1 menit, monitor masih gelap cuma terdengar suara blower berputar.
2 menit, muncul wallpaper Dion lagi nyengir mirip kuda dan mulai ada opening soundnya.
3 menit, icon-icon muncul satu persatu.

Klik... klik...
Dion memencet icon office word 2003, lama banget loading komputernya bikin Dion jengah.

Klik... klik...
Dion memencet icon office word lagi. Masih belum ada reaksi.

Klik... klik... klik... klik...
Dion memencet icon itu berkali-kali sesukanya dan tidak ada reaksi apapun.

BUGH... BUGH...
Saking kesalnya, Dion menepuk monitor dan CPU-nya gantian “woi... woi... ini komputer kenapa sih?” Dion terus-terusan memukul monitor tak berdosa itu, belom puas memukul-mukul Dion kini ganti memenceti tombol enter di keyboardnya.

BUGH... BUGH... klik... klik... TEK... TEK... TEK... BUGH... BUGH... TEK... BUGH.... BUGH... TEK... klik...klik...
Dion memukul, memencet, meng-klik gantian samapi menimbulkan irama yang asik banget buat joget India favorit Mbak Ning.

WUUUZZZZ....

Tangan Dion mendadak berhenti begitu layar komputernya mati.

“lho... lho... kok mati?” Dion memeriksa tombol-tombol komputernya berharap tuh komputer nyala lagi “wah apess! Mati lampu lagi! Kompie... kamu bertahan ya! Jangan rusak dulu!” Dion gantian mengelus-elus monitornya.
“Mbak Ning... mati lampu ya? Benerin sekringnya dong!” teriak Dion dari dalam kamar.

Bukan listrik yang menyala justru Mabak Ning tiba-tiba mengetuk pintu kamar Dion buru-buru “Mas... mas...!” panggil Mbak Ning
“ada apa sih? Kan aku suruh benerin sekringnya, kok malah kesini? Atau jangan-jangan duit listrik bulan ini kamu embat ya? Makannya listriknya diputus PLN?” tanya Dion sebal
“anu mas... listriknya lagi pemadaman. Kemaren pak RT bilang hari ini komplek kita kena giliran pemadaman sampai jam 7 malam. Saya tadi lupa bilang!”
“HA?? jam 7?” Dion garuk-garuk kepala “ah ide aku udah keburu ilang! Ya udah... mbak balik aja kesana”

Dion kembali lagi duduk didepan komputernya. Kali ini bukan untuk mengetik ide dalam otaknya. Tapi memikirkan bagaimana caranya ide ini bisa ditulis sebelum hilang. Dion melihat sekelilingnya, senyum Dion mendadak melebar. Tak ada rotan akarpun jadi, tak ada kopi teh juga bisa, tak ada jengkol pete pun oke. Alah..! singkatnya meski kompie gak bisa nyala tapi Dion bisa mengeluarkan idenya secara manual alias ditulis tangan.

Iseng-iseng Dion masuk ke kamar adeknya, Dian, yang masih sekolah. Pasti banyak buku tulis kosong yang bisa dipake. Buku sudah siap, tinggal bolpennya. Sekalian aja Dion ngacak-acak meja belajar adeknya, mumpung empunya lagi nggak ada. Klo Dian sampe tau, bisa-bisa suaranya melengking tajam melihat kakaknya jadi pencuri. Tapi entah sial atau gimana, itu bolpen raib dari peradaban. Dari ujung timur sampai ujung barat, itu bulpen, pensil dkk gak keliatan batang tutupnya.

Dion mencoba mencari dikamarnya sendiri. Disini sih sudah pasti nggak ada, udah seminggu dia libur kuliah tapi semua alat tulisnya sudah musnah, hilang, raib, pergi entah kemana.

“adooh mau nulis aja susah amat! Dirumah ini orang-orangnya gak modal banget sih. Pulpen aja gak punya!” gerutu Dion

Demi menjaga inspirasi diotaknya, Dion terpaksa harus beli pulpen dulu. Secepat kilat Dion berlari meuju motor dan bersiap-siap pergi.

JGREKK... JGREKK... JGREKK...
Berkali-kali di starter, tapi itu motor belom juga menyala.

“apaan lagi sih?” Dion turun dan memeriksa motornya “ya ampun... tadi kan aku belum isi bensin!” Dion memukul jidatnya “abis dah bensinnya, mana buru-buru lagi!”
“MBAAK NING!!” teriak Dion memanggil Mbak Ning

Mbak Ning datang lagi sambil tergopoh-gopoh. Juragannya yang satu ini seneng banget sih manggil-manggil dia seenaknya. “ada apa lagi toh mas?”

“kamu tolong beliin aku pulpen dong!”
“yah... em maaf mas! Lagi tanggung nih, kerjaan di rumah banyak. Lagian kan ada motor, mas bisa naek motor, tuk... tuk... tuk... nyampe deh!”
“motor aku mogok! Kamu aja yang beli pulpennya”
“kan ada sepeda ungklik mas! Itung-itung olahraga gitu!”
“aah... capek! Cepetan dong! Butuh banget nih pulpennya” perintah Dion gemas
“trus kerjaan rumah gimana? Atau gini aja, saya beli pulpennya tapi mas yang ngerjain kerjaan saya, nyuci piring, nyapu, ngepel, jemur baju...”
“eh sialan! Sebenernya yang jadi najikan kamu atau aku? Enak benget nyuruh-nyuruh majikan!” Dion berubah sewot
“lha kan mas tadi maunya begitu!”
“alah... bilnga aja kamu mau ketemu si Parto satpam komplek. Jangan dikira aku gak tau ya kamu suka nangkring disitu”
“nangkring? Emang ayam?”
“udah-udah aku beli sendiri ajah. Dasar pembantu sableng!”

Dion menyambar sepeda onthel yang ada didekat situ dan mengayuhnya ke toko buku terdekat. Sepanjang perjalanan Dion berusaha menyusun ulang ide di otaknya yang masih acak-acakkan.

“ntar judul cerpennya Dongeng Ibu. Ceritanya si Ibu sering banget mendongen pada putri kecilnya. Si ibu mendongeng tentang indahnya kejujuran, tantang hebatnya cinta yang menghapus kutukan dan kisah-kisah terpuji lainnya. Tapi seiring berlalunya waktu, putri kecil itu merasa si Ibu mengkhianati dongeng-dongeng yang pernah dicerutakannya” Dion mengoceh pada diri sendiri.

Saking asyiknya menkhayal, tau-tau Dion udah sampai di toko tujuannya

“selamat siang mas! Ada yang bisa dibantu?” sapa salah satu mas-mas penjaga toko ramah
“mas beli pulpennya dong!”
“merk-nya?”
“pilot”
“em... kebetulan pulpen pilot lagi kosong mas!”
“standard deh!”
“itu juga kosong mas!” mas-mas itu tersenyum lebar
“faster ada gak?”
“Mas-mas itu berfikir sebentar “ada, warnanya?”
“item aja!”
“wah tadi baru dicek, dan tinta hitamnya kering semua”
“biru... biru...” Dion mulai kesal dengan jawaban masnya yang ngasal
“baru aja order ke pabriknya!”
“yang merah?” nada Dion meninggi
“wah gak berani jual mas! Kata ibu guru, tinta merah itu nggak sopan!”
“hhrrrh...!” geram Dion marah “niat buka toko gak sih? Perasaan pulpen aja gak ada semua!” maki Dion
“sabar mas... sabar!” mas-mas itu tetap tersenyum tanpa dosa “ada 1 merk pulpen baru. Baru launching hari ini, langsung dari pabriknya. Kualitasnya oke, mas kayaknya cocok jadi konsumen pertama. Gimana?” promosinya
“iya deh... iya deh... butuh banget ini!”

Mas-mas itu mengeluarkan 1 pulpen dari dalam etalase. Pulpen yang dipromosikan mas-nya terbuat dari plestik bening yang tintanya bisa terliahat dari luar dan bisa diisi ulang.

“berapa nih?”
“20 ribu!”
“busyett!” mata Dion melebar “gak salah? Situ mau jualan atau ngerampok? Eh buat pulpen beginian, 5 ribu perak juga aku gak rela! Pilt aja 1000 perak tahan berbulan-bulan klo gak ilang” omel Dion
“trus gimana? Jadi gak nih mas?”
“ogah! Aku cari alat tulis yang murah meriah, yang penting bisa buat nulis”
“em... klo ini gimana?” mas itu mengeluarkan sebatang pensil 2B
“berapa nih? Awas klo ngaco!”
“1500 mas!”
“gitu kek dari tadi! Nih!” Dion memberikan selembar uang seribuan dan 1 koin 500-an. Setelah itu Dion buru-buru menuju sepedanya mau pulang.
“mas-mas! Nggak sekalian rautannya?” panggil mas penjual itu
“nggak perlu! Biar saya gigiti pake gigi supaya lancip”

Dion mengayuh sepeda onthel-nya dengan speed 9. Dia kepingin segera sampai dirumah dan melanjutkan acara menulisnya. Sekarang persiapannya sudah lengkap, buku ada, pulpen juga. Udah nggak ada alasan lagi untuk menghalangi tulisannya.

“Mbak Ning, klo ada yang nyari, bilang aku ikut tim SAR nyari 7 pendaki yang hilang di Sukabumi ya...” Dion langsung melesat menuju kamar.

Buku tulis sudah diatas meja, pensil juga sudah dalam genggaman. Saatnya mulai menulis!!
Suatu hari seorang ibu sedang mendongeng untuk anak perempuannya sebelum beranjak tidur...
SREETT... SRETT... SREEETT... Dion mencorat-coret tulisa pertamanya dan menulis lagi.

Ketika malam tiba adalah saat bagi sang ibu untuk menbacakan cerita bagi putri kecilnya...
SREETT... SREETT... SRETT

“HWAAA... inspirasiku hilang!!” jerit Dion histeris.

2 komentar:

Ditya Tama said...

ris..
awal samper pertengahan oke banget.ada sedikit komedi2nya..
tpi endingnya terlalu datar,kurang sesuatu yg lebai jg..hehe

Irfan said...

Lanjut....
bikin cerpen yang banyak atuh..
:D

Post a Comment

Cuap-Cuap yah...