Greenious-Hurray

Gak da yang lebih menyenangkan selain mencurahkan ide dalam bentuk tulisan, dan orang-orang membaca dan mengerti tulisan itu. He..he..

Jam Dinding


RockYou FXText

Tuesday, February 3, 2009

Indonesia “Negara Penjual Pahlawan”

Diposkan oleh Reesh-Ma

TKI juga pahlawan.

Tanggal 10 November mendatang, bangsa Indonesia akan kembali merayakan hari Pahlawan. Sebuah hari yang dipersembahkan khusus kepada jasa-jasa para pahlawan. Hari bersejarah yang dimulai sejak tahun 1945 menjadi sebuah patokan untuk kembali mengenang jasa-jasa pahlawan nasional dalam membela Negara Indonesia tercinta ini.
Mengacu pada peristiwa sejarah tanggal 10 November 1945, kisah kepahlawanan identik dengan tindakan heroik dan nasionalisme. Sejak saat itu rasa nasionalisme mulai didengung-dengungkan pada setiap bangsa Indonesia. Nasionalisme yang merupakan paham kebangsaan, atau paham dimana kepentingan bangsa diutamakan dari kepentingan pribadi maupun golongan pada akhirnya menjadi tolak ukur pantas tidaknya seseorang dianggap sebagai pahlawan.

Semakin berkembangnya zaman, maka tolak ukur kepahlawanan tidak hanya terbatas pada rasa nasionalisme saja. Walaupun paham itu tetap mendominasi namun, bangsa Indonesia kini cukup cerdas untuk mendefinisikan hakikat pahlawan. Pahhlawan di jaman modern ini bergeser makna menjadi orang yang memiliki jasa atau manfaat bagi orang lain. Seseorang berhak menyandang gelar atau sebutan pahlawan jika dia mampu mengorbankan dirinya demi kepentingan bersama.

Dengan definisi demikian maka sudah barang tentu semakin banyak ‘jenis-jenis’ pahlawan yang bermunculan. Sebagai contoh gelar ‘Pahlawan tanpa tanda jasa’ yang diberikan pada guru. Tak terkecuali pula gelar ‘Pahlawan Devisa’ yang diberikan pada TKI-TKI kita di luar negeri.

Gelar pahlawan devisa itu juga bukan secara Cuma-Cuma diberikan pada TKI-TKI tersebut. Kita semua tahu betapa besar peranan TKI tersebut dalam membantu perekonomian Negara kita. Walaupun sebagian besar dari para TKI itu tidak berangkat atas dasar rasa nasionalisme, namun dengan kerja keras mereka di luar negeri telah bermanfaat bagi orang lain. Setidaknya bagi keluarga mereka di Indonesia, karena sebagian besar dari TKI itu adalah masyarakat kalangan bawah.


TKI rawan tindak kriminal

Setelah peran besar yang diberikan TKI untuk Indonesia, maka kesempatan untuk memperbaiki ekonomi di luar negeri semakin terbuka lebar. Pada akhirnya terjadi tren bagi masyarakat menengah kebawah menjadi TKI dan berbondong-bondong pergi keluar negeri. Kenyataan demikian jelas menguntungkan perekonomian bangsa Indonesia. Hasil yang dicapai oleh para TKI itu menjadi pendapatan per kapita Indonesia, dan tentunya meningkatkan tingkat kemakmuran keluarganya.

Sayangnya jasa yang diberikan oleh para TKI ini tidak diimbangi dengan balas jasa yang sepadan pula. Maraknya warga Indonesia yang berbondong-bondong ke luar negeri menjadi lahan criminal bagi orang-orang yang tak bertanggung jawab. Yang paling sering terjadi dengan TKI kita adalah Trafficking (perdagangan manusia) dan penganiayaan. Modus dalam pelaksanaannya relatif sama, sebagian besar kejadian terjadi di satu Negara.

Pada dasarnya Indnesia sudah memiliki beberapa peraturan yang mengatur tentang perlindungan TKI di luar negeri, contoh UU Hubungan Luar Negeri No. 37 tahun 1999, Pemerintah berkewajiban untuk melindungi seluruh WNI di luar negeri termasuk TKI, dimanapun mereka berada. Tapi entah karena aturan ini tidak efektif atau sistem di Indonesia yang kurang tegas, yang jelas trafficking dan penganiayaan itu tetap terjadi. Boro-boro menangani warga negaranya di rumah orang, menangani warga negaranya di rumah sendiri saja masih carut-marut.


“Jual-beli Pahlawan”

Melihat besarnya jasa yang diberikan TKI itu pada Indonesia, sudah semestinya Indonesia memberikan penghargaan tinggi pada mereka. Tidak perlu membangun monument megah yang bisa dilihat semua orang, cukup dengan jaminan perlindungan. Dengan kenyataan seperti ini, Indonesia terkesan sangat tidak peduli dengan nasib TKI-TKI-nya.

Indonesia seperti sedang berjualan pahlawan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Coba bayangkan, sebelum berangkat, TKI ini menyetor sejumlah uang untuk administrasi pada departemen keimigrasian. Setelah bekerja, TKI itu mendapatkan penghasilah yang dihitung sebagai pendapat per kapita Indonesia. Tapi giliran TKI itu kena masalah, Indonesia selalu kalah diplomasi.

Walaupun sistem ‘jual-beli’ disini berbeda dengan trafficking tapi yang terjadi ini sama seperti kegiatan jual beli, setelah pembeli menyetor uang maka tanggung jawab barang ada pada pembeli. Walaupun banyak masalah yang menimpa TKI, tapi Indonesia tetap sistem yang sama untuk ‘menjual’ TKI-TKI itu.

Ada pepatah bilang, “bangsa yang besar adalah bangsa yang mengahargai jasa pahlawannya.” Selama ini Indonesia hanya berusaha menghargai jasa-jasa pahlawan Nasional yang telah memerdekakan bangsa ini, tapi Indonesia selalu melupakan sosok pahlawan yang lain, contohnya ya TKI ini. Jadi sebenarnya Indonesia ini bangsa yang besar atau bangsa yang ‘tidak akan pernah besar’?

2 komentar:

Reesh-Ma said...

Sebenrnya udah lama Q tulis ney..

Tapi baru di post sekarang!!

Udah ketinggalan jaman kayaknya...

Obat herbal hepatitis B said...



Senang rasanya bisa berkunjung ke website anda" mudah-mudahan
infonya bermanfaat Terimakasih sudah berbagi

Post a Comment

Cuap-Cuap yah...